Menelisik Karakter Pemuda dalam Lagu Keroncong Dinda Bestari

   (foto diambil dari sini)


Dinda Bestari
Hati tenang melamun, oh dinda juwitaku
Ingat beta riwayat yang dulu
Waktu beta bertemu

Hati rindu berduri sayang tidak tersampai
Retak patah jiwa tak bernyali
Ingat dinda bestari

Maafkan dindaku beta lama tak bersua
Karna sedang membela negara
Yang terserang bahaya

Do'a puji juwita
Ku harapkan bersama
Sampaikanlah dindaku segera
Untuk medan taruna
Lagu Keroncong Dinda Bestari menceritakan kenangan seorang pemuda pejuang terhadap seorang gadis yang saking istimewanya gadis itu selalu diingatnya hingga disebutlah namanya oleh pemuda pejuang itu sebagai dinda bestari. Dinda kependekan dari adinda, panggilan terhadap adik sementara bestari berarti luas dan dalam pengetahuannya, berpendidikan baik, baik budi pekerti. Kemungkinan besar yang dimaksudkan adalah seorang pelajar.

Seperti kita tahu dalam perang kemerdekaan, ada banyak laskar baik yang terintegrasi dengan pemuda pelatihan Jepang, eks militer Belanda, jawara dan pendekar, pemuda-pemuda dari pesantren, tentara pelajar, dan lain-lain. Bisa jadi, karena menyandangkan pada gadis itu kata bestari, keduanya pernah melakukan argumentasi atau diskusi , di mana pemuda pejuang tadi menyadari betapa luas dan dalamnya pengetahuan Sang Gadis, maka dugaan sementara pemuda pejuang ini tidak berasal dari golongan Tentara Pelajar, atau Pemuda Pesantren.

Pada jaman itu, seorang yang terpelajar rata-rata berasal dari kalangan bangsawan, orang terpandang, terpelajar, saudagar atau orang yang kaya raya. Para petani, nelayan, pedagang kecil, buruh belum mendapatkan kesempatan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Apalagi saat itu jaman perang.
Meskipun biasanya seorang mengingat suatu perjumpaan lebih karena ingatan berdasarkan indera seperti wajah, bentuk tubuh, atau suara, dalam lagu Dinda Bestari tidak ditampakkan ciri-ciri fisik Sang Gadis selain petunjuk dari penamaannya sebagai Dinda Bestari. Rasa rindu yang timbul dari dalam dada pemuda pejuang itu pun lebih ditujukan pada peristiwa saat mereka berjumpa dulu. Mungkin tepatnya pada diskusi yang mereka lakukan itu.

Hebatnya, rasa rindu itu muncul didorong oleh perasaan bersalah dari pemuda pejuang kita yang seolah menunda-nunda perjumpaan itu terulang karena sibuk berperang. Membela negara yang terserang bahaya, demikian liriknya disebut. Nah, jika ditelisik dari kata "terserang" artinya seharusnya keadaan negara pada saat itu sudah aman. Bisa jadi, pemuda pejuang ini ditugaskan menumpas semacam pemberontakan.

Yang lebih seru lagi sebenarnya pada bait ke dua, liriknya ditulis seolah rindu adalah sesuatu yang salah. Sebagai duri. Menyiksa sekali bukan? Tapi pemuda pejuang ini pada akhirnya bilang bahwa siksaan itu, rindu itu tidak tersampai. Artinya pemuda pejuang itu sadar bahwa merindukan Si Dinda Bestari walaupun terasa menyiksa tapi harus dipupus. Hal itu dipertegas pada larik selanjutnya yang menyebutkan bahwa retak patah jiwa tak bernyali. Artinya memang merindukan gadis pandai itu baginya suatu kesalahan, hal ini karena dia sendiri tidak ingin hal itu terwujud. Takut.

Seolah, lagu itu mencerminkan rasa malu-malu kucing seorang pemuda yang sehari-hari berperang. Bayangkan, betapa ironis keadaan dia. Garang di medan perang, tak berkutik menghadapi bulu mata lentik gadis cantik. Dan di akhir lagu, keanehan kembali terjadi. Pemuda pejuang yang malu-malu kucing ini ingin Si Gadis itu yang menyusulnya ke medan perang. Mungkin, pemuda pejuang ini tidak ingin dicap sebagai orang yang lemah dan memutuskan desersi meskipun cinta yang membara sebagai alasannya. Jelas, dia lebih takut dari komandannya daripada dianggap berani di depan mata seorang gadis.  Mungkin ini gambaran seseorang yang sering dibilang dengan ungkapan kemarin-kemarin (untuk tidak dibilang kekinian) "Wajah Rambo hati Rinto."



Merdeka!


Jakarta, Agustus 2016

Komentar