Sepakat atau Tidak Sepakat untuk Sepokat



JULIO Lafuente jangan-jangan adalah seniman patung kesayangan kerajaan Arab Saudi, karena ada lebih dari 3 buah patung karyanya dibangun di Jeddah. Salah satu karyanya yang monumental adalah patung bertema transportasi berbentuk sepeda berukuran raksasa yang terbuat dari batu granit putih dan batu hitam dan terletak di Al Darraja Square di daerah yang sekarang dinamakan Simpang Sepeda karena keterkenalan dari patung tersebut.

Patung sepeda di Jeddah ini disinggung oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza sebagai salah satu pembenaran adanya 3 buah tugu sepatu yang masing-masing diletakkan di di Stasiun BNI City Taman Dukuh Atas, Lapangan Banteng, dan Alun-Alun Velodrome, yang merupakan kerjasama sebuah produk lokal yaitu Compass (www.sepatucompass.com) dengan pihak Jakarta Experience Board (JXB) juga Jakarta Tourism (Dinas Pariwisata DKI Jakarta).

Entah apa yang dituju dengan pernyataan dari Wagub DKI Jakarta itu, tapi yang jelas sepatu-sepatu raksasa itu bukanlah tugu atau patung, melainkan karya instalasi yang sekaligus alat promosi dari kegiatan yang akan dilakukan oleh JXB bekerjasama dengan bank BCA yang didukung oleh beberapa industri kreatif lokal dan mendapat dukungan penuh dari Jakarta Tourism yang berarti juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu Festival Kolaborasi Jakarta yang akan dihelat pada bulan Desember mendatang.

Bahkan karya instalasi sekaligus alat promosi berbentuk sepatu itu hanya akan dipamerkan di ruang publik sampai tanggal 26 September 2021. Festival Kolaborasi Jakarta ini menurut Plt Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta Gumilar Ekalaya adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyambut Tahun Internasional Ekonomi Kreatif 2021 yang dicanangkan oleh UNCTAD.

Bukti bahwa karya instalasi itu adalah juga alat promosi dari kegiatan Festival Kolaborasi Jakarta, bulan Desember nanti, didapatkan dari pernyataan asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang juga Ketua Festival Kolaborasi Jakarta yaitu Sri Haryati yang mengatakan harapannya agar instalasi ini dapat menarik perhatian masyarakat sehingga tergerak untuk mencari informasi dan terlibat dalam rangkaian acara festival itu nanti. Lebih jauh lagi, ia menegaskan bahwa karya instalasi itu sama sekali tidak menggunakan APBD. Ya, sebenarnya masuk akal alasan itu karena karya instalasi itu merepresentasikan sebuah jenama / brand sehingga harusnya dari pihak produsen yang membiayai karya itu, betul nggak?

Tadinya, ane pikir cukup aneh kalau Jakarta punya tugu sepatu seperti di perempatan jalan daerah Cibaduyut, Bandung, yang memang merupakan sentra penjualan sepatu dari para pengrajin / produsen lokal, yang sudah lama melegenda. Meskipun dulu di Pasar Minggu - Kalibata ada pabrik sepatu Bata. Merk sepatu yang banyak orang salah kira karena seringnya orang menyangka itu pabrikan lokal padahal aslinya dari Cekoslowakia.

Apalagi kalau dibanding-bandingkan dengan Tugu Sepeda yang ada di kota Jeddah, Saudi Arabia, yang membuat banyak orang mengira kalau tugu sepeda itu dipakai memberi gambaran betapa besarnya ukuran manusia pada zaman Adam dulu. Bahkan saya sempat baca ulasan di tripadvisor bahwa tugu itu menggambarkan sepeda yang pernah dipakai oleh Nabi Muhammad SAW segala, ampun dah! Yang paling mencengangkan lagi, ada juga komentar bahwa tugu sepeda berawal dari sumbangan sebuah sepeda kepada pemerintah Arab Saudi dari gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin!

Aih, rupanya kalau soal melebih-lebihkan sesuatu, bangsa kita memang jago-nya, alat promosi saja bisa disebut tugu. Padahal tugu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti katanya adalah tiang besar dan tinggi yang dibuat dari batu, bata, dan sebagainya.

Komentar