Karantina; Antara Enceng Gondok, Piracucu, dan Bajak Laut Cadel

Al-Arba'iniya atau empat puluh hari, adalah metode karantina pertama yang dianjurkan oleh Ibnu Sina, ilmuwan asal Iran itu. Hal ini dicetuskan setelah ia mempelajari infeksi dari penyakit pada manusia. Pada masa Ibnu Sina itu, karantina dilakukan untuk pencegahan penularan penyakit kusta. Jika ditelusuri lebih lanjut, Ibnu Sina juga berangkat dari hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari agar jangan memasuki wilayah yang tengah mendapatkan serangan penyakit atau tidak pergi dari wilayah itu apabila kita sudah terlanjur tinggal atau memasuki wilayah berpenyakit itu. Dengan demikian, penyebaran penyakit dari wilayah itu ke wilayah lain akan dapat diminimalkan.

Persoalan karantina menjadi sangat krusial bahkan sejak pandemi covid-19 ini ditemukan untuk pertama kalinya menjangkiti dua orang warga negara Indonesia di Depok yang ditengarai berasal dari para tamu dari negara Jepang yang berkunjung ke Bali, namun karena - pada akhirnya - covid-19 sudah menyebar, maka karantina sebagai pintu pertama untuk mencegah penyebaran penyakit dan hama menjadi luput dari perhatian karena waktu itu pemerintah gencar dengan program 3 T (Tes, Telusur, dan Tindaklanjut / Pengobatan).

Kebocoran dalam pelaksanaan karantina sebenarnya sudah banyak disorot terutama dengan beredarnya foto-foto di media sosial orang-orang asing yang bisa keluar hotel karantina bahkan bisa masuk ke dalam pusat perbelanjaan dan jalan-jalan ibu kota, bahkan ada yang bisa langsung ke Bali! Dan persoalan karantina ini kembali menyeruak ketika seorang penggiat media sosial, seorang influencer ditengarai mengakali proses karantina sepulang dari luar negeri yang diduga dibantu oleh petugas-petugas tempat karantinanya hingga ia bisa tidak menjalani prosesnya! Karantina bagi banyak pihak memang bisa dianggap sebagai hambatan, karena ada masa tenggang atau masa tunggu yang harus dijalani seseorang sebelum bisa benar-benar bisa berinteraksi dengan orang atau lingkungan yang hendak dituju. Dan itu yang membuat terjadinya perasaan sudah begitu kangen untuk bertemu anak yang kemudian dijadikan alasan mengapa Rachel Vennya, sang influencer itu, mengakali proses karantina.

Bagi binatang dan tumbuhan yang hendak masuk ke wilayah kita, karantina menjadi penting agar bisa dinilai apakah ada dari binatang atau tumbuhan itu sendiri maupun parasit atau hamanya yang bisa merugikan hewan atau tumbuhan di wilayah kita. Ambil contoh enceng gondok yang konon diperkenalkan oleh Raja Thailand ke Indonesia karena kecantikan bunga berwarna ungunya ternyata menjadi gulma yang bisa mendangkalkan perairan darat seperti rawa, danau, dan sungai-sungai. Demikian juga dengan ikan Piracucu atau Arapaima gigas yang entah siapa yang membawanya ke Indonesia dari sungai-sungai di Amerika Selatan sana yang kemudian beberapa waktu lalu dtemukan sudah beranak pinak di Sungai Brantas yang membuat Kementerian KKP kalang kabut menertibkan peternak atau pembudidaya ikan tersebut sebab ikan itu adalah predator dan pengganggu habitat ikan lain yang dikuatirkan akan melenyapkan jenis-jenis ikan lokal.



Peranan karantina khususnya dalam introduksi ragam hayati sangatlah besar bagi kedaulatan sosial, ekonomi, juga ekologi bangsa dan negara Indonesia. Karena itu, pelaksanaan proses karantina termasuk juga bagi orang yang disinyalir mengidap penyakit menular dari luar negeri haruslah tegak dalam disiplinnya. Tidak boleh mudah hanya karena sejumlah kecil uang bisa meloloskan atau mengurangi hitungan hari karantina itu. Risiko yang begitu besar jika tidak melaksanakan kegiatan karantina dengan benar seperti membebaskan sebebas-bebasnya musuh untuk menyerang. Dan jika itu yang sering terjadi, saya teringat akan kisah bajak laut cadel dalam komik Asterix & Obelix yang jika melihat dari jauh kapal orang Galia, ia akan menghancurkan sendiri kapalnya, dan terjun ke laut daripada menghindar atau melawan karena hasilnya tetap akan sama saja; kapalnya hancur dan mereka terapung-apung di lautan.

Kurang lebihnya begitu, Bro!

Komentar