Isu Gender = Pekerjaan Tambahan bagi Orang Tua

                                       (Sumber foto : Unsplash, karya Tayla Kohler.)


Haniwa, adalah karakter perempuan dalam serial See yang bisa disaksikan melalui platfom digital berbayar Apple TV+. See bercerita tentang bumi setelah perang nuklir yang "melahirkan" orang-orang cacat, tak bisa melihat. Haniwa dan Kofun, saudara lelakinya, adalah pengecualian. Mereka buah rahim dari seorang putri cantik bernama Maghra yang dihamili oleh Jerlamarel, seorang yang bisa melihat.

Karena bisa melihat, Haniwa dan Kofun termasuk dari orang-orang yang dianggap "penyihir" dan harus dibunuh. See adalah serial yang menggambarkan bagaimana Kofun dan Haniwa bisa tumbuh dewasa dan menjadi orang-orang penting dalam kerajaan Payan, di bawah pemerintahan Maghra.

Dalam satu episode, Haniwa dipenjara. Dia berhasil lepas karena bantuan seorang letnan bernama Wren, yang juga seorang perempuan. Mereka berdua jatuh cinta dan berjanji menjadi sepasang kekasih.

Lain Haniwa, lain juga Phastos. Karakter mahluk abadi dalam film Eternals adalah sosok laki-laki yang memiliki kekuatan super Di era sekarang, menurut film Eternals, Phastos berkeluarga dengan seorang anak bernama Jack dan seorang suami bernama Ben. Ya, saya tidak salah tulis. Ia punya seorang suami. Bahkan Ben yang mendorong Phastos untuk kembali bergabung dengan para Eternals lainnya melawan para Deviants, karena Phastos sebenarnya jauh di dalam hatinya adalah pribadi yang lembut dan tidak suka dengan kekerasan.

Sebagai hiburan, dari anak sulung saya masih belum genap 4 tahun, saya dan istri membebaskan anak-anak saya untuk tidak membatasi tontonan. Asal kami jelaskan apa yang terjadi di dalam film yang sedang dia tonton. Anak sulung kami sekarang sudah remaja dan mengerti bahwa di dunia ini orientasi seksual sudah sedemikian berbeda, tidak hanya para cis het saja. Dia bahkan pernah membela (meski tidak secara langsung) temannya yang ditengarai LGBT+ dan hendak dikucilkan oleh teman-temannya yang lain.

Namun, kami masih punya seorang anak yang masih berusia 8 tahun. Dia masih polos dalam memandang dunia. Meski tontonannya sudah merambah ke YouTube dengan para influencer/ Vlogger yang berbahasa kasar, tapi dia belum tahu soal orientasi seksual. Pendidikan seks yang kami berikan masih sebatas jangan pernah biarkan orang lain selain kami orang tuanya untuk memandikan atau menceboki dia.

Jadi, dalam rumah kami, saya menjadi orang yang harus sembunyi-sembunyi untuk bisa menonton serial atau film, yang mengandung kewajaran dalam hubungan karakter LGBT+.  Istri saya penggemar serial Korea, yang juga sangat jarang menampilkan adegan hubungan sejenis. Meski tahun 2014 Korea Selatan menandatangani resolusi PBB untuk memerangi diskriminasi terhadap LGBT+ tapi secara umum hubungan sesama jenis belum bisa dinyatakan terang-terangan di sana. Apalagi di dunia hiburan.

Repotnya lagi, saya memang sengaja melanggan layanan OTT yang banyak menyediakan film anak-anak untuk anak bungsu saya itu. Maksudnya biar dia tidak banyak menonton video-video YouTube tentang game. Sayangnya, layanan tersebut yang sekarang banyak menyajikan film-film dengan karakter-karakter LGBT+ yang terbuka. Termasuk beberapa waktu lalu, ada film anak-anak dengan karakter mahluk air berjenis kelamin laki-laki yang saling mencintai. Meski tersamar sebagai sepasang sahabat, tapi ketika mereka bertengkar terselip rasa cemburu dari salah satu karakter itu kepada lainnya. Mirip sepasang kekasih.

Agaknya, menjelaskan mengenai isu gender ini telah menjadi pekerjaan tambahan bagi setiap orang terutama mereka yang punya anak kecil bahkan remaja. Paling tidak, seperti yang terjadi pada anak sulung saya, agar mereka jadi paham bahwa ada orang-orang yang "berbeda" dengan nilai-nilai pribadi yang dianut, tetapi mereka juga berhak hidup berdampingan dengan damai dengannya.

Meski kadang, lucunya, menanamkan nilai-nilai semacam ini juga dianggap salah karena dinilai tidak membebaskan anak-anak yang belum mengerti. Menyikapi hal semacam itu, saya setuju dengan sikap istri saya yang mengatakan, "Silakan didik anakmu semaumu, kalau dia anakku ya akan saya didik dengan cara saya."

Pada akhirnya memang, masalah orientasi seksual dan gender ini, pelik dan rumit. Terutama jika berkenaan dengan anak-anak, terlebih anak sendiri. Saya sebagai orang tua sebisa mungkin mengajarkan nilai-nilai yang normal dan "lebih dulu" bersifat universal sebagai anak-anak yang orientasi seksualnya hetero. Lain soal jika nanti mereka berubah di kemudian hari.

Dibuat begitu dulu, boleh dong? 'Kan mereka anak saya.

Komentar